TANJUNGPINANG

Kejati Kepri Hentikan Proses Hukum Tersangka Aria dalam Kasus Penadahan HP di Tanjungpinang Berdasarkan Keadilan Restoratif

Spread the love
Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Resmi menghentikan proses penuntutan terhadap Aria Bin Mastur. Tersangka dalam kasus penadahan Handphone di Kota Tanjungpinang, berdasarkan Restoratif. Selasa (25/02/2025), f/ist

Gardatvnews | Tanjungpinang – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) resmi menghentikan proses penuntutan terhadap Aria bin Mastur, tersangka dalam kasus penadahan handphone (HP) di Kota Tanjungpinang. Penghentian penuntutan ini dilakukan berdasarkan prinsip Keadilan Restoratif (Restorative Justice) sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020.

Proses Penghentian Penuntutan

Keputusan ini disampaikan dalam forum ekspose permohonan penghentian penuntutan yang digelar secara virtual pada Selasa (25/02/2025). Acara tersebut dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum., bersama jajaran petinggi Kejaksaan.

Di tingkat daerah, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Wakajati Kepri) turut serta dalam ekspose ini, didampingi oleh Plt. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjungpinang, Atik Rusmiaty Ambarsari, S.H., M.H., serta Kasi Oharda Marthyn Luther, S.H., M.H. Turut hadir dalam forum ini Kasi Pidum serta jajaran Pidana Umum (Pidum) Kejari Tanjungpinang, yang telah melakukan kajian mendalam terhadap kasus ini sebelum keputusan diambil.

Rangkaian Peristiwa: Awal Mula Kasus

Kasus ini bermula pada Selasa, 26 November 2024, sekitar pukul 05.30 WIB, saat seorang pria bernama Supriadi alias Kelik melakukan aksi pencurian di sebuah kontrakan di Jalan Abdul Rahman, RT. 003 RW. 001, Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang.

Dalam aksinya, Supriadi mencuri:

1. Satu unit handphone Realme C53 (IMEI 1: 864553061659770, IMEI 2: 864553061659762).

2. Satu unit handphone Poco M6 Pro (IMEI 1: 867584067471107, IMEI 2: 8675840674711150).

3. Uang tunai sebesar Rp 900.000.

Barang-barang tersebut merupakan milik Rosdiana, yang kemudian melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib.

Empat hari setelah pencurian, tepatnya pada Sabtu, 30 November 2024, Supriadi menghubungi Aria melalui video call WhatsApp. Dalam percakapan tersebut, Supriadi menawarkan handphone Poco M6 Pro warna hitam kepada Aria dengan harga Rp 1.000.000.

Meski awalnya menawar harga, Aria akhirnya setuju untuk membeli handphone tersebut dengan skema pembayaran bertahap:

Rp 400.000 dibayar tunai pada malam itu juga.

Rp 300.000 dibayar pada Minggu, 1 Desember 2024.

Rp 300.000 dibayar pada Kamis, 5 Desember 2024, sebagai pelunasan.

Setelah transaksi selesai, handphone tersebut digunakan Aria sebagai alat komunikasi sehari-hari. Namun, fakta bahwa barang tersebut berasal dari hasil kejahatan membuatnya terjerat dalam pasal 480 ke-1 KUHP tentang penadahan.

Alasan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Setelah melalui kajian mendalam, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau memutuskan untuk menghentikan proses hukum terhadap Aria dengan mempertimbangkan sejumlah faktor penting, di antaranya:

1. Telah Ada Kesepakatan Perdamaian

Tersangka Aria bin Mastur telah bertemu dengan korban Rosdiana dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung.

Korban telah menerima permintaan maaf tersebut dan tidak menuntut proses hukum lebih lanjut.

2. Tersangka Belum Pernah Dihukum

Ini merupakan pertama kalinya tersangka terlibat dalam kasus hukum.

3. Ancaman Pidana Tidak Lebih dari 5 Tahun

Pasal 480 KUHP memiliki ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara, sehingga memenuhi syarat penghentian penuntutan restoratif.

4. Tersangka Merupakan Tulang Punggung Keluarga

Aria adalah satu-satunya pencari nafkah di keluarganya, sehingga pemidanaan akan berdampak besar pada kehidupan keluarganya.

5. Pertimbangan Sosiologis

Masyarakat setempat menyambut baik penyelesaian kasus ini melalui keadilan restoratif, karena lebih mengedepankan pemulihan keadaan daripada sekadar menghukum pelaku.

Berdasarkan evaluasi dari berbagai aspek hukum dan sosial, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI akhirnya memberikan persetujuan untuk menghentikan penuntutan kasus ini.

Penerbitan SKP2 dan Dampaknya

Sebagai tindak lanjut dari keputusan ini, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjungpinang diperintahkan untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2). Dengan terbitnya SKP2, maka Aria bin Mastur secara resmi tidak lagi menghadapi ancaman hukum dalam kasus ini.

Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan Kejaksaan dalam mengedepankan keadilan restoratif yang lebih menitikberatkan pada pemulihan keadaan semula, menjaga keharmonisan sosial, serta menyeimbangkan antara hak korban dan hak pelaku.

Kesimpulan: Keadilan Restoratif sebagai Solusi

Kebijakan Restorative Justice yang diterapkan Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini menegaskan bahwa hukum tidak selalu harus berorientasi pada balas dendam, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek kemanusiaan, keadilan sosial, dan kepentingan bersama.

Meskipun demikian, penghentian penuntutan tidak boleh dianggap sebagai peluang bagi pelaku tindak pidana untuk mengulang perbuatannya. Kejaksaan tetap akan menindak tegas kasus-kasus serupa di masa depan, terutama jika terdapat unsur kesengajaan atau kejahatan yang berulang.

Keputusan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagaimana sistem peradilan di Indonesia bisa lebih humanis, adil, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. ( Anwar)

Sumber : Kasi Penkum Kejati Kepri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *