TANJUNGPINANG

Kejati Kepri Hentikan Proses Hukum Tersangka Andi Bachiramsyah melalui Restorative Justice

Spread the love

Berita Gardatv | Tanjungpinang – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) resmi menghentikan proses hukum terhadap tersangka Andi Bachiramsyah alias AM bin Andi Bakhtiar, yang didakwa melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP. Penghentian penuntunan ini dilakukan berdasarkan prinsip Keadilan Restoratif (Restorative Justice).

Proses ekspose penghentian permintaan pengapian ini dipimpin oleh Wakil Kepala Kejati Kepri, Sufari, SH, M.Hum, didampingi Aspidum Kejati Kepri, Bayu Pramesti, SH, MH, dan Kasi Oharda, Marthyn Luther, SH, MH Kegiatan tersebut juga melibatkan Kajari Bintan, Andi Sasongko, SH, M.Hum, Kasi Pidum, serta jajaran Pidum lainnya. Pemaparan dilakukan di hadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Prof. Asep Nana Mulyana, SH, M.Hum, dan jajarannya melalui sarana virtual pada Senin, 17 Februari 2025.

Perkara ini bermula pada Minggu, 5 Mei 2024, sekitar pukul 08.40 WIB, ketika saksi Esmad Febri, yang merupakan paman dari tersangka, bertamu kerumah saksi Suhana di Jalan Barek Motor, RT 003 / RW 008, Keluarahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan. Mereka berdiskusi mengenai penjualan tanah warisan dari almarhum kakek tersangka.

Saat itu, saksi Esmad Febri sebelumnya telah memberikan surat kuasa kepada saksi La Ode Saipudin untuk menjual tanah warisan tersebut, tanpa persetujuan ahli waris lainnya. Ketika tersangka Andi Bachiramsyah tiba di lokasi, ia mengeluarkan pernyataan yang menuding La Ode Saipudin sebagai seorang penipu, dengan mengatakan:

Saksi Esmad febri merespons dengan mengingatkan agar berkesimpulan tanpa bukti yang kuat, tetapi tersangka tetap bersikeras dan menyatakan bahwa ia memiliki saksi yang dapat mendukung tuduhannya.

Sekitar pukul 12.30 WIB, saksi Esmad febri menghubungi korban La Ode Saipudin, memintanya untuk datang ke lokasi. Setelah tiba, korban langsung disambut dengan pernyataan tersangka yang kembali menuduhnya sebagai penipu dan menyebut bahwa mertua tersangka telah beberapa kali menyerahkan uang kepadanya.

Menanggapi hal itu, korban La Ode Saipudin meminta tersangka untuk menghadirkan mertua yang dimaksud sebagai bukti. Kemudian, mertua tersangka, Nurdin alias Udin, dipanggil ke lokasi. Setelah ditanya oleh tersangka, saksi Nurdin menyatakan bahwa ia memang pernah memberikan uang kepada korban, tetapi jumlahnya hanya Rp100.000.

Korban La Ode Saipudin merasa keberatan dengan tuduhan tersebut dan tidak menerima pernyataan tersangka yang dianggap mencemarkan nama baiknya. Meskipun tersangka telah meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi, korban tetap memilih untuk melaporkan kasus ini ke Polsek Bintan Timur.

Setelah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh, Kejaksaan Negeri Bintan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip Keadilan Restoratif, yang kemudian disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.

Keputusan ini didasarkan pada sejumlah pertimbangan hukum dan sosial sebagai berikut:

  1. Telah terjadi kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka
  2. Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melalukan tindak pidana.
  3. Ancaman pidana dari Pasal 310 Ayat (1) KUHP tidak lebih dari 5 tahun penjara.
  4. Tidak terdapat kerugian materiil yang dialami oleh korban.
  5. Tersangka telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara langsung kepada korban.
  6. Korban telah menerima permintaan maaf tersangka dan sepakat untuk berdamai tanpa syarat.
  7. Respon positif dari masyarakat terhadap penyelesaian kasus ini melalui pendekatan keadilan restoratif.

Dengan terpenuhinya seluruh kriteria yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 serta Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022, maka Kejaksaan Negeri Bintan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan prinsip Restorative Justice.

Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau berkomitmen untuk menerapkan pendekatan keadilan restoratif dalam menangani perkara pidana, dengan tujuan mengedepankan pemulihan keadaan dan menciptakan keseimbangan dalam perlindungan hak korban serta pelaku, tanpa semata-mata berorientasi pada hukuman.

Pendekatan ini dinilai lebih efektif, efisien, dan manusiawi, selaras dengan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan, sehingga memberikan manfaat hukum yang lebih luas bagi masyarakat.

Meski demikian, Kejati Kepri menegaskan bahwa kebijakan Restorative Justice bukan berarti memberikan keleluasaan bagi pelaku kejahatan untuk mengulangi perbuatannya. Justru, pendekatan ini bertujuan untuk menjaga keharmonisan sosial, memastikan sekaligus bahwa hukum tetap berjalan dengan adil dan memberikan efek jera bagu pelaku yang melakukan kesalahan.

Dengan adanya kebijakan ini, Kejaksaan berharap masyarakat dapat lebih memahami dan mendukung penerapan keadilan restoratif sebagai bagian dari pembaruan sistem peradilan pidana di Indonesia.

Sumber: Kasi Penkum Kejari Kepri

laporan: Anwar / Redaksi GARDATVNEWS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *