DAERAHKARIMUN

Tolak Berikan Berkas Turunan, Kuasa Hukum Tuding Kejari Karimun Halangi Hak Terdakwa

Spread the love
Jaksa Benedictus Krisna Mukti selaku Penuntut Umum dari Kejari Karimun dalam sidang pemeriksaan saksi yang berlangsung di ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, Selasa (22/7/2025)

KARIMUN (GardaTV) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Karimun tengah menjadi sorotan setelah jaksa penuntut umum menolak memberikan salinan berkas turunan perkara tahap dua kepada tim penasihat hukum seorang terdakwa dalam kasus dugaan kepemilikan narkotika.

Keputusan tersebut memicu keberatan keras dari pihak pembela yang menilai tindakan itu sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusional klien mereka untuk mendapatkan pembelaan yang adil.

Tim kuasa hukum terdakwa, yakni Nurman, Yayan, dan Zabur, mengaku telah mengajukan permintaan resmi kepada Kejari Karimun sejak perkara dan tersangka dilimpahkan ke kejaksaan.

Namun hingga sidang pemeriksaan saksi digelar, permohonan mereka belum juga dipenuhi.

“Kami sudah bersurat secara resmi dan juga melakukan komunikasi langsung, namun tetap ditolak ,” ujar Nurman Batari dari Kantor Hukum Anzy & Partner, seusai persidangan kepada SMSI Kepri, Selasa (22/7/2025).

“Jaksa menyampaikan bahwa penolakan tersebut merupakan arahan dari Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Karimun. Ini disampaikan oleh Jaksa Benedictus Krisna Mukti saat sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun,” kata Nurman Batari.

Nurman menegaskan bahwa keberadaan salinan berkas perkara sangat penting untuk menyiapkan pembelaan secara maksimal.

Ia menilai penolakan dari kejaksaan bertentangan dengan prinsip keterbukaan dalam sistem peradilan pidana yang adil.

Menurut Nurman, tindakan Kejari Karimun juga tidak sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 143 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyatakan bahwa salinan surat dakwaan dan pelimpahan perkara harus diberikan kepada terdakwa atau kuasa hukumnya saat perkara dilimpahkan ke pengadilan.

Tanggapan serupa juga disampaikan akademisi hukum pidana dari Universitas Riau Kepulauan, Dr. Alwan Hadiyanto. Ia mengingatkan bahwa pembelaan yang efektif hanya bisa dilakukan apabila akses terhadap informasi diberikan secara terbuka.

“Menutup akses terhadap dokumen perkara dapat menjadi preseden buruk dalam perlindungan hak-hak terdakwa. Sistem peradilan kita seharusnya menjamin keterbukaan sebagai bagian dari keadilan,” katanya.

Kasus ini menambah daftar perhatian publik terhadap proses penegakan hukum yang dinilai belum sepenuhnya transparan. Bila tidak segera dikoreksi, praktik semacam ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.

Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Edy Sameaputty menyarankan agar penasihat hukum memanfaatkan sistem e-terpadu untuk mengakses berkas yang dibutuhkan.

“Silakan melihat berkas terdakwa melalui e-terpadu. Jika perlu bantuan, bisa koordinasi dengan PTSP setelah sidang,” ujarnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *